Translate

Kamis, 14 Juni 2012

Analisis Stuktur Cerkak

ANALISIS STUKTUR DAN AJARAN MORAL DALAM CERKAK “KIDUNG KATRESNAN” DALAM MAJALAH DJAKA LODANG KARYA INAR EDISI 26 AGUSTUS 2006 Disusun guna memenuhi tugas mata kuliah Kritik Sastra Jawa Yang diampu oleh Bapak Djoko Sulaksono, M.Pd Disusun Oleh : Mukhrisotun Khasanah (102160627) PENDIDIKAN BAHASA DAN SASTRA JAWA FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOREJO 2012 MOTTO Tugas kita bukanlah untuk berhasil. Tugas kita adalah untuk mencoba, karena didalam mencoba itulah kita menemukan dan belajar membangun kesempatan untuk berhasil. (Mario Teguh) “Verily, Allah will not change the condition of a certain people as long as they do not change their state themselves.” (Ar Ra’d: 11) Barang siapa yang meniti jalan menuju ilmu, maka Allah akan mempermudahkannya jalan menuju Syurga. (H.R. Muslim) If u can’t have the one u love, love the one u have, or u have nothing !! (Anonim)   BAB I PENDAHULUAN A. Latar Belakang Karya sastra merupakan sebuah karya imajinatif yang dihasilkan oleh pengarang dalam bentuk tulisan-tulisan yang didalamnya mengandung nilai-nilai estetika yang oleh pembaca maupun oleh penikmat karya sastra lainnya dapat dinikmati, dipahami dan dimanfaatkan. Sastra dibagi menjadi tiga genre yaitu puisi, prosa, dan drama. Genre prosa terdiri dari prosa fiksi dan nonfiksi Sebuah karya fiksi merupakan sebuah bangunan cerita yang menapilkan sebuah dunia yang sengaja dikreasikan pengarang. Stuktur karya sastra dapat diartikan sebagai susunan, penegasan, dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya secara bersama membentuk kebulatan yang indah (Nurgiantoro, 2009). Analisis stuktural merupakan prioritas pertama sebelum diterapkannya analisis yang lain. Hal ini berdasar bahwa karya sastra merupakan stuktur yang komplek, sehingga perlu adanya penganalisisan dan memahami stuktur tersebut. Tiap-tiap unsur tidak memiliki makna dengan sendirinya. Maknanya ditentukan oleh hubungannya dengan unsur-unsur yang terlibat dalam sebuah situasi makna unsur-unsur karya sastra itu hanya dapat dipahami dan dinilai sepenuhnya atar dasar tempat dan fungsi unsur itu dalam keseluruhan karya sastra(Teeuw, 1982) Teori stuktural termasuk dalam pendekatan objektif, yaitu pendekatan yang menganggap bahwa karya sastra sebagai “makhluk” yang berdiri sendiri. Menganggap bahwa karya sastra bersifat otonom, terlepas dari alam sekitarnya. Pembaca bahkan pengarangnya sendiri. Oleh karena itu untuk dapat memahami sebuah karya sastra harus dianalisis stukturnya. Hal ini tidak berarti bahwa analisis stuktur adalah tugas utama ataupun tujuan terakhir penelitian sebuah karya sastra. Stuktur sastra dapat disebut juga unsur intrinsik sastra. Unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya itu sendiri. Unsur intrinsik dalam cerbung adalah unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Kepaduan unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah cerbung berwujud. Dalam sebuah karya fiksi terdapat sesuatu hal yang dapat mempengaruhi perilaku pembaca. Karya sastra memiliki nilai yang harus dijunjung oleh manusia, masyarakat atau bangsa yang dijadikan norma atau criteria dalam kehidupan. B. Rumusan Masalah Dari uraian di atas dapat dikemukakan permasalahan secara spesifik atau khusus mengenai . 1. Apa saja stuktur cerkak dan jelaskan nilai moral! 2. Jelaskan mengenai analisis stuktur dan ajaran moral dalam cerkak ”Kidung Katresnan”? C. Tujuan Penulisan makalah dengan judul analisis stuktur dan ajaran moral dalam cerkak “kidung katresnan” dalam majalah djaka lodang karya inar edisi 26 agustus 2006 mempunyai tujuan sebagai berikut: a) Mengetahui stuktur dalam cerkak dan juga ajaran moral. b) Dapat menganalisis stuktur cerkak ”kidung katresnan” c) Menemukan ajaran moral yang dapat diambil dari cerkak ”Kidung Katresnan” BAB II PEMBAHASAN A. Stuktur Karya Sastra Stuktur atau unsur intrinsik adalah unsur-unsur yang membangun karya sastra itu sendiri. Unsur intrinsik dalam cerbung adalah unsur yang secara langsung turut serta membangun cerita. Kepaduan unsur intrinsik inilah yang membuat sebuah cerbung berwujud. Stuktur karya sastra dapat juga diartikan sebagai susunan, penegasan dan gambaran semua bahan dan bagian yang menjadi komponennya yang secara bersama membentuk kebulatan yang indah. Analisis stuktur karya sastra fiksi dapat dilakukan dengan mengidentifikasi, mengkaji dan mendeskripsikan fungsi dan hubungan antar unsure intrinsic fiksi yang bersangkutan. Analisis stuktural merupakan prioritas pertama sebelum diterapkannya analisis yang lain. Analisis intrinsic adalah mencoba memahami suatu karya sastra berdassarkan informasi-informasi yang dapat ditemukan didalam karya sastra itu atau secara eksplisit terdapat dalam karya sastra. Hal ini didasarkan pada pandangan bahwa suatu karya sastra menciptakan dunianya sendiri yang berbeda dari dunia nyata. Segala sesuatu yang terdapat dalam karya sastra merupakan fiksi yang tidak berhubungan dengan dunia nyata. Karena menciptakan dunianya sendiri, karya sastra tentu dapat dipahami berdasarkan apa yang ada atau secara eksplisit tertulis dalam teks tersebut. Pada umumnya para ahli sepakat bahwa unsure intrinsik terdiri dari: tema, tokoh, penokohan atau perwatakan, latar, plot, sudut pandang, dan amanat. Tema Tema adalah pokok pikiran atau pembicaraan dalam sebuah cerita yang hendak disampaikan pengarang melalui jalinan cerita. Tema juga merupakan suatu gagasan sentral, sesuatu yang hendak diperjuangkan dalam suatu tulisan atau karya fiksi. Tokoh Tokoh adalah individu yang berperan dalam cerita yang mengalami peristiwa atau berkelakuan didalam berbagai peristiwa dalam cerita. Macam-macam tokoh: 1. Tokoh Utama (protagonist) 2. Tokoh Antagonis = Tokoh yang berlawanan dengan tokoh utama. 3. Tokoh Tirtagonis =Tokoh pelerai. 4. Tokoh pembantu / peran pembantu / figuran Penokohan Penokohan adalah pelukisan tokoh cerita baik keadaan lahir maupun batinnya, termasuk keyakinan hidupnya, adad istiadatnya, dan sebagainya. Ada tiga cara untuk melukiskan atau menggambarkan watak. 1. Cara Analitik adalah pengarang menceritakan atau menjelaskan watak tokoh cerita secaralangsung. 2. Cara Dramatik adalah pengarang tidak secara langsung menceritakan watak tokoh seperti pada analitik, melainkan menggambarkan watak tokoh dengan cara menampilkan dialog antar tokoh dan dari dialog itu akan tampak watak para tokoh dalam cerita, menceritakan tingkah laku perbuatan atau reaksi tokoh terhadap suatu peristiwa, dan juga lingkungan tempat tinggal sang tokoh. 3. Cara Campuran adalah pengarang menggunakan kedua cara tersebut dengan tujuan untuk saling melengkapi Latar Latar / setting adalah penggambaran mengenai waktu , tempat, dan suasana yang terjadi dalam cerita. Namun ada juga latar yang menjelaskan latar social dan moral. • Latar social adalah gambarn kehidupan masyarakat dalam kurun waktu tertentu yang dilukiskan dalam cerita tersebut. • Latar material adalah gambaran benda-benda yang mendukung cerita tersebut Alur Alur adalah urutan atau rangkaian peristiw dalam cerita rekaan. Alur disebut juga plot yang berarti rangkaian peristiwa yang satu sama lain dihubungan dengan hukum sebab-akibat. Berdasarkan rangkaian peristiwanya plot dibagi menjadi tiga yaitu: plot maju, plot mundur, dan plot campuran. Sudut pandang atau point of view Poin of view Bennison Gray membedakan pencerita menjadi pencerita orang pertama dan pencerita orang ketiga. Yang dimaksud sudut pandang orang pertama adalah cara bercerita dimana tokoh pencerita terlibat langsung mengalami peristiwa-peristiwa cerita. Sudut pandang orang ketiga adalah sudut pandang bercerita dimana tokoh pencerita tidak terlibat dalam peristiwa-peristiwa cerita. Gaya Bahasa Gaya bahasa adalah cara khas seorang pengarang dalam mengungkapkan ide, gagasannya melalui cerita. Amanat Amanat adalah pesan yang hendak disampaikan oleh pengarang kepada pembaca yang berhubungan dengan makna (significance atau utile) drama itu; bersifat kias. Amanat adalah ajaran moral atau pesan yang ingin disampaikan oleh pengarang melalui karyanya. Amanat dapat disampaikan secara implisit yaitu dengan cara memberikan ajaran moral atau pesan dalam tingkah laku tokoh menjelang cerita berakhir, dapat pula secara eksplisit yaitu dengan penyampaian seruan, saran, peringatan, nasehat, anjuran, larangan yang berhubungan dengan, subjektif, dan umum. Ajaran Moral / Nilai Moral Nilai moral dalam sebuah karya sastra adalah menyangkut nilai baik buruk yang diterima umum dan berpangkal pada nilai-nilai kemanusiaan. Nilai adalah sifat-sifat (hal-hal) yang penting dan berguna bagi kemanusiaan. Nilai adalah sesuatu yang dijunjung tinggi oleh manusia, masyarakat, atau bangsa yang dijadikannorma / criteria masyarakat. Moral yaitu mengandung pengertian tentang baik buruknya yang diterima umum mengenai perbuatan,sikap, kewajiban dan sebagainya.(KBBI, 1990) B. Analisis Struktur Cerkak ”Kidung Katresnan” Tema Adapun tema dalam cerkak ini adalah salah paham dan cinta terlarang. Terdapat dalam kutipan: “Mbak Utik, layangmu iku temen-temen bisa mbukak mripatku. Aku dadi sadar yen sasuwene iki aku wis duwe sikap kang ora adil marang bapakku. Pancen bener ngendikamu, nyawang kahanan ora kena mung saka pihak kita, mung saka kepentingan kita. Awake dhewe kudu adil, bisa nampa pandangan lan panemu kang seje senajan katone iku ngrugikake kita…,” Dan “Dhimas… matur nuwun sliramu kersa nresnani aku. Nek pancen mengkono aku ngerti keneng apa awakmu kandha yen awake dhewe ora bisa srawung maneh. Aku mung bisa ndedonga, muga-muga awake dhewe kuat nampa pacoban iki…” Tokoh dan Penokohan Adapun tokoh dan penokohan dalam cerkak ini adalah: 1. Nanta dalam cerkak ini adalah tokoh yang pendendam karena emosinya masih labil dan sedikit egois namun tidak mau merusak rumah tangga orang lain, hal ini terdapat dalam kutipan : “Utik kepengin menehi wawasan kanggo Nanta supaya Nanta gelem mbukak atine, aja nganti diterus-teruske anggone dhendham marang bapakke”,lan “Dheweke wis kupiya ngilangake rasa iku, nanging saben bapake nuduhake rasa ora senenge yen dheweke nggeluti donyane seni music, rasa iku bali subur maneh nguwasani dhirine”, uga “Aku ora arep ngendi-ngendi, aku mung arep bali neng omah, kumpul dadi siji karo bapak, ibu, lan sedulur-sedulurku. Aku ora bisa terus srawung karo Mbak Utik…,” 2. Utik dalam cerkak ini adalah tokoh yang baik hati dan suka menasehati terdapat dalam kutipan: “Utik kepengin menehi wawasan kanggo Nanta supaya Nanta gelem mbukak atine, aja nganti diterus-teruske anggone dhendham marang bapakke”, lan “Dhimas, coba saiki dipikir maneh, keneng apa biyen bapak ora kersa ngursusake lan numbasake alat-alat music. Miturut critamu dhewe, wektu iku kondisi ekonomi kaluargamu pas-pasan banget. Mbokmenawa wae saben dina bapak wis mumet mikir butuh kanggo ragad sekolah lan dhahar wong saomah kang wargane ana wolu. Mula pepinginanmu iku dadi isih kalah penting yen dibandhing kebutuhan padinan. Ing masalah iki awakmu kudu bisa mikir kanthi adil, aja mung Bapak, Yen alasane dudu masalah ekonomi, coba wae matur ibu, apa Bapak iku wiwit timure pancen ora seneng marang sing jenenge seni? Lha nek ngono kedadeane ya pancen abot. Awake dhewe ora bisa meksa wong kang ora seneng supaya seneng lan nyengkuyung apa kang ora disenengi. Keneng apa awake dhewe kudu sesandhingan klawan wong kang beda-beda pandhangane? Sebab jroning perbedaan iku ana rahmate Gusti Allah. Mula sliramu kang kudu pinter anggone nggoleki ana ngendi rahmate Allah mau.” Lan “Nah, Dhimas…saiki buangen sing adoh rasa getun kang wis ngracuni jiwamu pirang-pirang taun suwene iku. Bapak iku dudu penyebab rusake angen-ngenmu. Awakmu ora kena nyalahake bapak. Apa kang dumadi mring awakmu, yakinana minangka takdir…”. Uga “Sing mbokkarepake sukses iku apa ateges jeneng kang kondhang lan dhuwit kang akeh? Dhimas, aku ndedonga , muga-muga yen kabeh bisa mbokrengkuh, awakmu tetepa dadi Nanta kaya wektu iki, Nanta kang tansah prasaja. Yen nganti ana owah-owahan ing pribadimu, aku kuwatir yen ora bakal bisa nyapa awakmu maneh…,” 3. Ibune Nanta dalam cerkak ini adalah tokoh pasif yang dijelaskan sebagai seorang ibu yang sabar. Hal ini terdapat dalam kutipan: “Nanging yen dheweke suwe ora bali, Nanta kabujung rasa kangen marang ibune, ibu kang tansah sabar lan ora jeleh-jeleh menehi pangreten, supaya Nanta ora banget-banget anggone nyimpen rasa serik marang bapake”. 4. Bapake Nanta dalam cerkak ini adalah tokoh pasif, tapi dijelaskan bahwa dia memiliki perbedaan pandangan mengenai seniman musik dengan Nanta, terdapat dalam kutipan: “Durung sarus persen, ning wis lumayan. Pamawase Bapak ngenani seniman musik wis ora ekstrim maneh.” 5. Bojone Utik dalam cerkak ini adalah tokoh pasif yang tidak diceritakan wataknya. 6. Anake Utik dalam cerkak ini adalah tokoh pasif yang tidak diceritakan wataknya. Alur Alur yang dipakai dalam cerkak ini adalah alur campuran. Dimana urutan peristiwa dalam cerita dimulai dari kesadaran sitokoh lalu menceritakan masa lalunya dan kemudian kembali kemasa sekarang. Hal ini terdapat dalam kutipan: “Mbak Utik, layangmu iku temen-temen bisa mbukak mripatku. Aku dadi sadar yen sasuwene iki aku wis duwe sikap kang ora adil marang bapakku. Pancen bener ngendikamu, nyawang kahanan ora kena mung saka pihak kita, mung saka kepentingan kita. Awake dhewe kudu adil, bisa nampa pandangan lan panemu kang seje senajan katone iku ngrugikake kita…,” lan “Nanta unjal napas dawa. Pirang-pirang taun atine kagubel rasa mangkel marang bapake, rasa kang angel banget ilange. Dheweke wis kupiya ngilangake rasa iku, nanging saben bapake nuduhake rasa ora senenge yen dheweke nggeluti donyane seni music, rasa iku bali subur maneh nguwasani dhirine” uga “Aku ora bakal gawe kuciwamu, Mbak! Nganti kapan wae bakal take ling-eling kabeh welingmu iku!”. lan ““Aku ora arep ngendi-ngendi, aku mung arep bali neng omah, kumpul dadi siji karo bapak, ibu, lan sedulur-sedulurku. Aku ora bisa terus srawung karo Mbak Utik…,” Sudut pandang Dalam cerkak ini penulis menggunakan sudut pandang orang ketiga. Hal ini dikarenakan penulis menggunakan kata ganti orang ketiga “dheweke” utau menyebut namanya langsung. Dalam kutipan: “Utik unjal napas dawa”, “Matur nuwun mbak Utik…,’Nanta ngambungi tangane Utik kang banjur teles kebak luh…”, “kosik ta…Dhimas…ayo lenggah kenedhisik…!’Utik ngejak Nanta lungguh kursi”, lan “aku wis ngestokake kabeh kang mboktulis ing layang kae!’ ujare Nanta sawise rada lerem”. “Nanta unjal napas dawa” Dll. Gaya Bahasa Gaya bahasa yang digunakan penulis adalah campuran jadi kurang dapat dipahami oleh pembaca. Hal ini dikarenakan menggunakan bahasa kawi yang secara umum tidak digunakan dalam bahasa sehari-hari dan juga bahasa jawa krama inggil dan basa jawa ngoko. Terdapat dalam kutipan: “apa bapak wiwit timure pancen ora seneng marang sing jenenge seni?”, “pitutur luhur iku kaya ora mrentul saka pikirane”, “Aku lingsem Mbak”, “sing kojur bapak”, “Dheweke wis kupiya ngilangake rasa iku”, muni ngono iku Nanta karo ambegan landhung” dll. Amanat Amanat atau pesan pengarang kepada pembaca yaitu: kita tidak boleh memandang keadaan dengan sebelah mata atau hanya dari pihak kita. Terdapat dalam kutipan: “Mbak Utik, layangmu iku temen-temen bisa mbukak mripatku. Aku dadi sadar yen sasuwene iki aku wis duwe sikap kang ora adil marang bapakku. Pancen bener ngendikamu, nyawang kahanan ora kena mung saka pihak kita, mung saka kepentingan kita. Awake dhewe kudu adil, bisa nampa pandangan lan panemu kang seje senajan katone iku ngrugikake kita…,” Ajaran Moral Adapun ajaran/nilai moral yang terkandung dalam cerkak “Kidung Katresnan” yaitu: • Jangan memandang keadaan dengan sebelah mata atau hanya dari pihak kita sendiri • Hargailah pendapat atau pandangan orang lain • Jangan memaksakan kehendak kita kepada orang lain • Jangan menyalahkan orang lain yang tak sependapat dengan kita • Jangan merusak kebahagiaan rumah tangga orang lain • Jangan seperti kacang yang lupa kulitnya • Janganlah sombong, tetaplah menjadi pribadi yang sederhana dan apa adanya meski telah sukses.   Daftar Pustaka Kalawarti Djaka Lodang edisi sabtu kliwon, 26 agustus 2006 Nurgiyantoro.2009. Teori pengkajian fiksi, Yogyakarta, Gajah Mada University Press. Tim Penyusun Kamus Besar Bahasa Indonesia. 1990. Kamus Besar Bahasa Indonesia, Jakarta : Balai Pustaka. Teuww,A. 1982. Sastra Indonesia Modern 1. Jakarta: Pustaka Jaya. http://agsuyoto.wordpress.com/intrinsik/ Sumber: http://id.shvoong.com/social-sciences/education/2177713-unsur-intrinsik-karya-sastra/#ixzz1smvwkNRp   Kritik Cerkak Dening : Mukhrisotun Khasanah “Kidung Katresnan”   Kosakata Asing dalam Cerkak “Kidung Katresnan” Kosakata Asing dalam Cerkak Halaman Baoesastra djawa Arti kata Bundhel 53 Mawa sindhetan Gela 140 Rasa tjoewa marga ora tjotjog karo kang dikarepake mrentul 333 Metoe pating prentoel Timur 606 Enom Keneng apa 209 Geneja, sebab apa Landung 260 Dawa Getun 146 Kedoewoeng marga kelangan Semburat 555 Semoe Kupiya 238 Koepi, conto, tuladha Serik 559 Lara atine Lingsem 275 Isin, wirang Groyok 165 Guneman sadjak kesoesoe sarwa tjekak sarta dibolan-baleni Luh 277 Banjoe sing metoe saka ing mata

Tidak ada komentar: